Beberapa waktu yang lalu aku kena tilang polisi, alasannya simple banget sih karena aku nggak menghidupkan lampu utama sepeda motorku (kalau orang Medan sih bilang Kereta), padahal saat berkendara aku menghidupkan lampu (bukan lampu utama, tapi lampu kecil) alhasil mau tak mau ya aku harus kena tilang deh sama pak polisi. Mulai dari situ aku baru tahu kalau ternyata sepeda motor harus lampu utama yang dinyalakan, dan akibatnya aku harus mengeluarkan denda sebesar Rp. 100.000 karena kelalaian ku tersebut, meskipun pada saat itu petugas mengiming-imingi keringanan dengan meminta bayaran yang lebih rendah atau bahasa kerennya minta sogokan agar aku tidak jadi di tilang, namun aku menolak untuk menyogok petugas itu dengan alasan harus patuh pada peraturan kalau udah kena tilang ya harus dong mematuhi peraturan yang ada.
Selang beberapa bulan kemudian aku kembali melakukan pelanggaran lalu lintas kembali di kota Medan, saat itu aku sudah membaca rambu lalu lintas dilarang belok, eh aku dengan santai malah belok aja dan ternyata disana sudah ada juga petugas yang melihat pelanggaran yang telah aku lakukan, dan akhirnya aku dibawa kedalam pos polisi, setelah itu petugas tersebut mengeluarkan surat tilang sekaligus menunjukan pasal yang telah aku langgar tersebut.
Dipasal itu dikatakan bahwa jika melanggar rambu lalu lintas maka wajib membayar denda sebesar Rp. 500.000, waduh lumayan besar juga nih dendanya mampus dong aku bayar segitu banyak, belum lagi saat itu posisinya akhir bulan dan uangku sudah menipis, adakah cara lain hingga aku tidak perlu membayar denda yang begitu besar ?, di dalam hatiku aku berharap agar petugas tersebut mau disogok supaya aku tidak perlu membayar denda yang jumlahnya cukup besar tersebut.
Petugas tersebut mulai mengeluarkan pena untuk menulis namaku, namun setelah itu petugas tersebut mengatakan kepadaku "Mas daripada bayar Rp.500.000 dan ribet mending bayar saya aja Rp.100.000" akhirnya petugas tersebut menunjukan tanda-tanda kalau dia mau di sogok, langsung aja aku mengatakan "pak maaf sebelumnya uang saya yang ada di dompet sekitar Rp. 40.000, silahkan bapak cek sendiri", tanpa pikir panjang petugas tersebut juga mau saja menerima uangku sebesar Rp. 40.000 didalam hati aku bersyukur, tapi disisi lain aku seperti menghianati negaraku sendiri tapi apa daya saat itu aku memang belum sanggup untuk membayar denda-nya.
Dari cerita ini bisa diambil kesimpulan bahwa masih banyak petugas yang masih melakukan praktik seperti itu, dan tidak bisa dipungkiri juga kalau masyarakat Indonesia termasuk saya masih mau menyogok para petugas, daripada bayar denda yang mahal mending disogok aja sedikit petugasnya, habis perkara.
Bagaimana kota Medan bisa tertib berlalu lintas kalau petugas dan masyarakatnya masih senang dengan praktik seperti ini ? apalagi masyarakat kota Medan yang notabene masih suka melanggar lalu lintas terutama lampu merah. Yang menjadi pertanyaan kapan Medan bisa menjadi kota yang tertib berlalu lintas ? ya kalau petugas dan masyarakatnya masih setia dengan praktik sogok menyogok maka Medan tidak akan pernah menjadi kota yang tertib berlalu lintas. Coba aja petugasnya bisa lebih tegas dan tidak mau disogok, sudah pasti masyarakatnya juga semakin segan untuk menyuguhkan uang sogok kedalam kantong petugas, kalau udah seperti ini kedepannya pasti masyarakat Medan bakalan mulai mematuhi peraturan yang berlalu lintas yang ada.
Saya menyadari perubahan ini bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan, tapi saya percaya perubahan ini bisa sedikit demi sedikit dilakukan, masyarakat Medan harusnya bisa menaati peraturan yang ada, ayo masyarakat Medan mari sama-sama kita hentikan budaya sogok-menyogok petugas untuk menjadikan kota Medan menjadi lebih tertib berlalu lintas.
No comments:
Post a Comment